Nama
: Asef Sururi
NPM
: 28211479
Kelas
: 2 EB 10
Kerangka
Tulisan
1. Hukum
Perdata Yang Berlaku Di Indonesia
2. Sejarah
Singkat Hukum Perdata
3. Pengertian
& Keadaan Hukum Di Indonesia
4. Sistematika
Hukum Perdata Di Indonesia
HUKUM PERDATA
Hukum perdata yang berlaku di
Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia tersebut adalah hukum perdata yang
berasal dari hukum perdata barat, yaitu Belanda yang pada awalnya berinduk pada
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda yang dikenal
dengan istilah Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer)
terdiri dari empat bagian, yaitu:
Buku
I tentang Orang;
Mengatur tentang
hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaituhukum yang mengatur status serta
hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan
mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan,
perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk
bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.
Buku
II tentang Kebendaan;
Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain
hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan.
Yang dimaksud dengan
benda meliputi:
(i) benda
berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal
dengan berat tertentu).
(ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggapsebagai benda berwujud tidak bergerak.
(iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang).
Khusus untuk bagian tanah,sebagian ketentuan-ketentuannya telah
dinyatakan tidak berlaku dengan diundangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang
agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah
dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannyaUU tentang hak tanggungan.
Buku
III tentang Perikatan;
Mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut
juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang
berbeda)), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek
hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang
terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan
perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan
suatu perjanjian.
Buku
IV tentang Daluarsa dan Pembuktian;
Mengatur hak dan kewajiban subyek hokum (khususnya batas atau
tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan
hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian. Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan
oleh para ahli hokum dan masih diajarkan
pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Sejarah singkat hukum perdata
Hukum
Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Hukum perdata juga disebut sebagai hukum
privat atau hukum sipil dan dapat digolongkan menjadi beberapa bagian, seperti
misalnya hukum keluarga, hukum harta kekayaan, hukum benda, hukum perikatan dan
hukum waris.
Hukum perdata Belanda
berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi
'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling
sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi
yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang).
Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813),
kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan
terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda
mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri
Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper
disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh
Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan
peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum
digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW
Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
Hukum[4] adalah
sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan.[5] dari
bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat
dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan
sosial antar masyarakat
terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana
yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum
menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi
manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka
yang akan dipilih.
Administratif hukum digunakan untuk meninjau
kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur
persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan
lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa
"Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan
peraturan tirani yang merajalela.
Hukum Indonesia
Indonesia adalah negara yang
menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama yaitu sistem hukum
Eropa Kontinental. Selain sistem hukum Eropa Kontinental, di Indonesia juga
berlaku sistem hukum adat dan sistem hukum agama, khususnya hukum (syariah) Islam.
Keadaan Hukum di Indonesia
Hingga kini kondisi hukum di
Indonesia memang masih memprihatinkan. Hukum hanya tajam ke bawah namun tumpul
ke atas. Hukum hanya dipatuhi oleh masyarakat kebanyakan, namun oleh para
pengusaha dan penguasa, hukum bisa dipermainkan, dibolak balik sesuai
kebutuhannya.
Terbukti banyak
kasus-kasus ringan yang akhirnya masuk ke ranah pengadilan. Bahkan kasus
pencurian kakao, dan sandal jepit, juga diproses hingga berkepanjangan.
Sementara kasus-kasus pejabat dan koleganya bisa dilupakan begitu saja.
Pernyataan itu disampaikan
Prof. Dr. Sukamto Satoto SH, dosen Vakultas Hukum Jambi, pada Seminar
Kajian Sistem Ketatanegaraan Indonesia, di Hotel Ceria Jambi, pada Kamis
(18/4). Tema yang dibahas dalam Seminar nasional itu adalah Revitalisasi
Nilai-Nilai Pancasila dalam bidang politik, Ekonomi, Sosial dan budaya.
Di sisi yang lain, menurut
Sukamto, sejak amandemen ke 3 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
konstitusi Indonesia tidak lagi mengisyaratkan cita Negara hukum dengan tampilan
Rechtstaat, atau
kontekstual. Sesuai pasal 1 ayat 3 Negara Indonesia adalah Negara
Hukum. Dari sudut konsepsi langkah itu bisa dikatakan kemajuan, namun
dalam prakteknya menjadi banci. Karena hokum Indonesia tidak dalam
tampilan baik Rechtstaat
maupun rule of law atau hukum demi keadilan.
“Dalam praktek hukum, kondisi
ini bisa menimbulkan masalah tersendiri. Karena kontektual hukum bisa
dikalahkan oleh rasa keadilan”, kata Sukamto menambahkan.
Sementara Dr. Elita Rahmi SH,
MH dalam makalahnya antara lain menyatakan revitalisasi Pancasila harus
dilakukan seluruh lapisan masyarakat. Jangan sampai, di atas mengatakan
revitalisasi, tapi sesungguhnya mereka melanggar ajakannya sendiri.
Elita
mencontohkan kasus itu pada RUU Desa. Dalam RUU tersebut dikatakan bakal
menjadikan aparat desa sebagai PNS. Artinya aparat desa bakal terkontrol
dan sentralistik. Padahal, Pancasila sangat menghargai dan memberikan
tempat yang luas bagi pluralism. Itu artinya, RUU desa,
sesungguhnya menyalahi Pancasila.
Indonesia Dalam Krisis Kepatuhan Hukum
Budaya hukum sangat erat hubungannya
dengan kesadaran hukum dan diwujudkan dalam bentuk prilaku sebagai cermin
kepatuhan hukum di dalam masyarakat. Di dalam budaya hukum itu dapat dilihat
suatu tradisi prilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan dan mencerminkan
kehendak undang-undang atau rambu-rambu hukum yang telah ditetapkan berlaku
bagi semua subyek hukum dalam hidup berbangsa dan bernegara. Di dalam budaya
hukum masyarakat dapat pula dilihat apakah masyarakat kita dalam kesadaran
hukumnya sungguh-sungguh telah menjunjung tinggi hukum sebagai suatu aturan
main dalam hidup bersama dan sebagai dasar dalam menyelesaikan setiap masalah
yang timbul dari resiko hidup bersama.
Namun kalau dilihat secara materiil, yang di dalam hukum pembuktian pidana selalu berpegang pada kebenaran yang senyatanya terjadi yang dalam hal ini disebut dengan kebenaran materiil, ternyata sungguh sulit membangun budaya hukum materiil di negeri ini, hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya kesadaran hukum masyarakat saja tidak cukup membangun budaya hukum di negeri ini, karena kesadaran hukum masyarakat masih bersifat abstrak, belum merupakan bentuk prilaku yang nyata, sekalipun masyarakat kita baik secara instinktif, maupun secara rasional sebenarnya sadar akan perlunya kepatuhan dan penghormatan terhadap hukum yang berlaku.
Namun kalau dilihat secara materiil, yang di dalam hukum pembuktian pidana selalu berpegang pada kebenaran yang senyatanya terjadi yang dalam hal ini disebut dengan kebenaran materiil, ternyata sungguh sulit membangun budaya hukum materiil di negeri ini, hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya kesadaran hukum masyarakat saja tidak cukup membangun budaya hukum di negeri ini, karena kesadaran hukum masyarakat masih bersifat abstrak, belum merupakan bentuk prilaku yang nyata, sekalipun masyarakat kita baik secara instinktif, maupun secara rasional sebenarnya sadar akan perlunya kepatuhan dan penghormatan terhadap hukum yang berlaku.
Kepatuhan
hukum adalah kesadaran kemanfaatan hukum yang melahirkan bentuk “kesetiaan”
masyarakat terhadap nilai-nilai hukum yang diberlakukan dalam hidup bersama
yang diwujudkan dalam bentuk prilaku yang senyatanya patuh terhadap nilai-nilai
hukum itu sendiri yang dapat dilihat dan dirasakan oleh sesama anggota
masyarakat.
Apalagi
masyarakat sekarang ini menjadi lebih berani tidak patuh pada hukum demi
kepentingan pribadi karena hukum dalam penegakannya mereka nilai tidak
mempunyai kewibawaan lagi, dimana penegak hukum karena kepentingan pribadinya
pula tidak lagi menjadi penegak hukum yang baik, penegakan hukum dirasakan
diskriminatif . Sehingga dalam hal ini, kesetiaan terhadap kepentingan pribadi
menjadi pangkal tolak mengapa manusia atau masyarakat kita tidak patuh pada
hukum.
Jika
faktor kesetiaan tidak dapat diandalkan lagi untuk menjadikan masyarakat patuh
pada hukum, maka negara atau pemerintah mau tidak mau harus membangun dan
menjadikan rasa takut masyarakat sebagai faktor yang membuat masyarakat patuh
pada hukum. Wibawa hukum akan dapat dirasakan jika kita punya komitmen kuat,
konsisten dan kontiniu menegakkan hukum tanpa diskriminatif, siapapun harus
tunduk kepada hukum, penegakan hukum tidak boleh memihak kepada siapapun dan
dengan alasan apapun, kecuali kepada kebenaran dan keadilan itu sendiri.
Disitulah letak wibawa hukum dan keadilan hukum.
Namun jika hukum diberlakukan secara diskriminatif, penuh rekayasa politis, tidak dapat dipercaya lagi sebagai sarana memperjuangkan hak dan keadilan, maka jangan disalahkan jika masyarakat akan memperjuangkan haknya melalui jalur kekerasan atau hukum rimba atau kekerasan fisik (eigen rechting). Dalam banyak fakta sekarang ini Indonesia telah mengalami krisis kepatuhan hukum karena hukum telah kehilangan substansi tujuannya, dan buadaya prilaku masyarakat telah memandang hukum ditegakkan secara diskriminatif dan memihak kepada kepentingan tertentu bagi orang-orang berduit, dan berkuasa. Quo Vadis Penegakan Hukum Indonesia…??
Namun jika hukum diberlakukan secara diskriminatif, penuh rekayasa politis, tidak dapat dipercaya lagi sebagai sarana memperjuangkan hak dan keadilan, maka jangan disalahkan jika masyarakat akan memperjuangkan haknya melalui jalur kekerasan atau hukum rimba atau kekerasan fisik (eigen rechting). Dalam banyak fakta sekarang ini Indonesia telah mengalami krisis kepatuhan hukum karena hukum telah kehilangan substansi tujuannya, dan buadaya prilaku masyarakat telah memandang hukum ditegakkan secara diskriminatif dan memihak kepada kepentingan tertentu bagi orang-orang berduit, dan berkuasa. Quo Vadis Penegakan Hukum Indonesia…??
Keadaan
hukum perdata di Indonesia
Mengenai keadaan hukum perdata di
Indonesia dewasa ini, dapat kita katakan bersifat majemuk yaitu masih sangat
beraneka warna. Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu:
- Faktor Etnis, disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa di Indonesia, dikarenakan Negara Indonesia ini terdiri atas banyak suku bangsa yang tersebar diseluruh negeri ini.
- Faktor Hostia Yuridis, yang dapat kita lihat, pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Golongan
Eropa dan yang dipersamakan.
b. Golongan
Bumi Putera (Pribumi atau Bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
c. Golongan
Timur Asing (Arab, Cina, India).
Dan pasal 131.I.S. yaitu mengatur
hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam
pasal 136.I.S. diatas.
Adapun hukum yang diberlakukan oleh
masing-masing golongan yaitu:
- Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku hukum perdata dan hukum dagang barat yang diselaraskan dengan hukum perdata dan hukum dagang di negeri Belanda berdasarkan azas Konkordansi.
- Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia asli) dan yang dipersamakan berlaku hukum adat mereka, yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari hukum adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
- Bagi golongan Timur Asing (Arab, Cina, India) berlaku hukum masing-masing. Dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Contoh Hukum Perdata:
Karena sebagai inti dari tulisan ini adalah tentang contoh hukum perdata, maka tulisan ini akan difokuskan kepada contoh hukum perdata itu sendiri, dimana contohnya bisa Anda simak seperti yang akan dipaparkan secara lengkap pada tulisan dibawah ini:
Karena sebagai inti dari tulisan ini adalah tentang contoh hukum perdata, maka tulisan ini akan difokuskan kepada contoh hukum perdata itu sendiri, dimana contohnya bisa Anda simak seperti yang akan dipaparkan secara lengkap pada tulisan dibawah ini:
Contoh
Hukum Perdata Warisan
Seorang ayah
yang ingin mewariskan harta bendanya ketika kelak ia meninggal tentunya akan
menuliskan sebuah surat wasiat. Namun ketika seorang ayah tersebut telah
meninggal, dimana kemudian terjadi selisih paham antara anak-anaknya dan
berujung kepada pelaporan salah seorang anak kepada pihak yang berwenang tentang
perselisihan yang terjadi, maka kasus tersebut juga termasuk salah satu contoh
kasus hukum perdata.
Contoh hukum Perdata Perceraian
Contoh hukum Perdata Perceraian
Bila terjadi
suatu masalah didalam suatu rumah tangga yang tidak menemukan solusi atau jalan
keluar, maka sebagai jalan keluar alternatif yang diambil adalah perceraian.
Suatu perceraian tersebut mungkin menjadi jalan satu-satunya yang dapat
ditempuh untuk mengakhiri permasalahan yang terjadi didalam rumah tangga
tersebut. Kasus perceraian ini merupakan salah satu contoh yang masuk dalam
kategori hukum perdata.
Contoh
Kasus Perdata Pencemaran Nama Baik
Seorang artis
merasa terhina atas pemberitaan sebuah media massa. Gosip tersebut telah
digosipkan oleh media menjadi seorang pengedar dan pemakai narkoba. Karena
tidak terima dengan pemberitaan tersebut, maka sang artis melaporkan media
massa tersebut ke polisi atas tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik dan
perbuatan tidak menyenangkan. Kasus antara artis dan media massa tersebut juga
termasuk menjadi salah satu contoh kasus hukum perdata.
Hukum Perdata di Indonesia
di berlakukan bagi :
A. Untuk golongan bangsa Indonesia asli berlaku hukum adat yaitu hukum yang sejak dulu tetap berlaku dikalangan rakyat yang sebagian besar masih belum tertulis tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat, mengenai segala soal dalam kehidupan masyarakat.
B. Untuk golongan warga negara bukan
asli yang berasal dari tionghoa dan eropa berlaku KUHPer dan KUHD.
Tetapi pada akhirnya
untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa dan Eropa
juga berlaku sebagian dari Burgerlijk Wetboek yaitu pada pokoknya
hanya bagian yang mengenai hukum kekayaan harta benda.
Untuk
mengerti keadaan hukum perdata di Indonesia perlulah kita mengetahui terlebih dahulu
tentang riwayat politik pemerintah Hindia-Belanda. Pedoman politik bagi
pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia dituliskan dalam pasal
131 "IndischeStaatsregeling" yang dalam pokoknya sebagai berikut:
-
Hukum
perdata dan dagang harus dikodifikasi,
-
Untuk golongan
bangsa Eropa dianut perundangan-perundangan yang berlaku di Belanda.
-
Untuk
golongan bangsa Indonesia asli dan timur asing jika dikehendaki
makadapatlah digunakan peraturan bangsa Eropa.
-
Orang Indonesia
asli dan golongan Timur asing sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu
peraturan bersama dengan bangsa Eropa.
-
Sebelum
hukum untuk bangsa Indonesia ditulis maka hukum yang berlaku bagi
mereka adalah hukum Adapt.
Perihal kemungkinan
adanya penundukan diri pada hukum Eropa telah diatur lebih lanjut
pada Staatsblad 1917 no 12.
Peraturan ini mengenal
empat (4) macam penundukan yaitu:
1. Penundukan pada seluruh hukum Eropa.
2.
Penundukan pada sebagian hukum Eropa.
3. Penundukan
mengenai suatu perbuatan hukum tertentu.
4.
Penundukan secara diam-diam.
Sistematika hukum perdata di Indonesia
Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia menurut ilmu pengetahuan ada 4 bagian :
a. Hukum
Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht)
Mengatur tentang manusia sebagai
subyek dalam hukum, mengatur tentang perihal percakapan untuk memiliki hak-hak
dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya
tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
b. Hukum
Keluarga (familierecht)
Mengatur perihal hubungan-hubungan
hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:
- perkawinan
beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri,
hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
c. Hukum Harta
Kekayaan (vermogenrecht)
Mengatur perihal hubungan-hubungan
hukum yang dapat dinilai dengan uang. Jika kita mengatakan tentang kekayaan
seseorang maka yang dimaksud adalah jumlah dari segala hak dari kewajiban orang
itu dinaikan dengan uang. Hak-hak yang berlaku tiap-tiap orang, oleh karenanya
dinamakan Hak Mutlak dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak
tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak Mutlak yang memberikan kekuasaan
atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
d. Hukum
Waris(erfrecht)
Mengatur tentang benda atau kekayaan
seseorang jika dia meninggal, disamping hukum warisan mengatur akibat-akibat
dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.
Daftar Pustaka :
JUDUL
: HUKUM PERDATA
PENGARANG :
Prof.Drs.C.S.T Kansil, S.H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar